Hadapi Perubahan Iklim, Indonesia Perlu Membangun Skema Keuangan Berkelanjutan
JAKARTA --Senior Deputy Bank Indonesia, Destri Damayanti mengatakan, Indonesia perlu membangun skema keuangan yang berkelanjutan untuk menghadapi perubahan iklim, kenaikan suhu global dan kenaikan permukaan laut. Ancaman ini, selain mengganggu kehidupan, juga mengganggu keuangan dan memunculkan biaya-biaya yang tidak terduga dalam menangani cuaca ekstrim dan bencana alam yang disebabkannya.
Sebagai ilustrasi, biaya yang telah dikeluarkan untuk menangani cuaca ekstrim dalam 20 tahun terakhir ini mencapai angka 5.1 triliun dollar. Dalam Presidensi G20 ini, keuangan berkelanjutan menjadi strategi untuk Recover Together, Recover Stronger. ''Bank Indonesia akan mendukung terciptanya kondisi untuk mencapai pemulihan ekonomi, dengan berbagai kebijakan yang akan mendorong inovasi teknologi dan transisi ke energi berkelanjutan,'' kata Destri, dalam G20 Finance Track Side Events dengan tema Building a Resilient Sustainable Finance, dalam keterangan pers, Senin (21/2).
Yati Kurniati, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudential Bank Indonesia, menyebutkan kalau kerugian global akibat terjadinya bencana alam yang disebabkan perubahan iklim mencapai triliunan dollar. Kerugian itu bisa berasal dari akibat kerusakan infrastruktur, kegagalan panen, dan stabilitas ekonomi.
''Sistem keuangan harus memiliki ketangguhan dan kemampuan mengintegrasikan upaya mitigasi perubahan iklim dan antisipasi risiko lingkungan. Agen ekonomi harus bersinergi bersama untuk mencapai pemulihan secara global,'' ujar Yati,
Ahmad Solichin Lutfiyanto, Chairman Representative ISFI/IKBI menceritakan mengenai terbentuknya Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI). IKBI adalah platform yang dibangun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui proyek perintis First Movers on Sustainable Banking, dengan dukungan teknis Yayasan WWF Indonesia, di mana terdapat 8 bank pionir yang bersepakat sukarela untuk menjadi pionir dalam praktik keuangan berkelanjutan, sejalan dengan Sustainable Development Goals.
''Saat ini IKBI telah memiliki 15 anggota (13 bank, 1 lembaga jasa keuangan non bank dan 1 non-governmental organisation), 13 bank telah merekognisi materialitas risiko perubahan iklim terhadap perekonomian serta 5 bank telah mempunyai fungsi untuk mengelola risoko dan peluang terkait perubahan iklim,'' jelas Ahmad.
Margaret Kuhlow, Global Finance Practice Leader, WWF International, menyampaikan bahwa dunia mengalami krisis kompleks yang perlu ditangani dengan pendekatan sistematis secara bersama-sama. Menurutnya, bumi telah kehilangan dua per tiga keanekaragaman hayati selama 50 tahun terakhir, dan saat ini jutaan spesies terancam punah.
''Hal ini akan memengaruhi kemampuan jasa ekosistem. Oleh karena itu dari perspektif transisi ekonomi, kita perlu mempertimbangkan isu iklim dan alam secara bersamaan, karena keduanya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan,'' ujar dia.
Guna meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi perubahan iklim, negara perlu meningkatkan kualitas alam untuk mampu menghasilkan jasa ekosistem yang dibutuhkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan. Alexander Rusli, Ketua Badan Pengurus Yayasan WWF Indonesia, menyatakan jika segala sesuatu di dunia ini terhubung satu dengan yang lain. Apa yang terjadi di satu bagian bumi, bisa saja memiliki hubungan dengan kejadian dibagian lain bumi. ''Oleh karena itu, dalam melihat sebuah permasalahan, kita perlu memperhatikan perihal pembiayaannya juga,'' ucap Rusli.
SUMBER : WWF Indonesia